Senin, 07 Desember 2015

Aku (Tidak) Baik-baik Saja

Bismillahirrohmanirrohim

Pukul 16.42
Aku belum solat ashar, teman. Aku terpikirkan hal yang tidak bisa henti kupikirkan. Tentang dunia ini. Beserta isinya.

Belakangan ini aku tidak bisa mengontrol ketakutanku. Aku takut kehilangan. Aku takut Tuhan mengambil segala apa yang telah Ia beri, yang selalu bisa membuatku bahagia. Aku takut dalam waktu dekat, aku harus terlepas dengan segala apa yang selama ini singgah dalam hidupku.

Orangtuaku...
Adik-adikku...
Teman-teman dan sahabat-sahabatku...
Kesukaanku...
Duniaku...

Dan yang paling terpenting adalah aku takut kehilangan hatiku...yang mencintai Tuhannya.

Ya, Tuhan. Jauh sekali rasanya.
Tidak sedekat dulu.

Aku lupa cara bersyukur.
Aku lupa cara menerima.
Aku sering mengeluh dengan apa yang aku dapat, dengan segala apa yang menghampiriku.

Ya, Tuhan. Jika boleh aku jujur, setiap hari aku selalu mengeluh.
Mengapa begini, mengapa begitu.

Ya, Tuhan. Kata Ibu dan temanku, aku tidak bisa menentukan prioritas.
Tuhan. Dari dulu, aku selalu berpikir untuk memprioritaskanMu. Sungguh.

Namun, barangkali caraku salah dan tidak tepat. Aku kenapa, Tuhan? Kekurangan bimbingankah? Atau kurang usahakah?

Hatiku kini mudah merasa sakit, sedikit saja ada orang yang memarahiku. Aku juga tak tahu mengapa. Mungkin karena aku merasa tidak bisa balik marah kepada mereka sekalipun hatiku merasa sangat marah.

Ya, Tuhan.
Bagaimana aku bisa melanjutkan kehidupan ini jika aku tak tahu akan keberadaan diriku sendiri? Bergunakah aku atau bahkan justru menyulitkan orang banyak?

Ya, Tuhan. Adikku hebat. Ia bahkan telah bisa memilih pilihan yang tepat untuknya, untuk bisa membahagiakan orang banyak. Aku bahkan belum bisa.

Ya, Tuhan. Yang aku percaya. Hatiku yang kurasa telah rusak ini, suatu hari nanti akan kembali baik lagi, kan? Walaupun mungkin tak akan bisa kembali ke semula. Atau mungkin barangkali bisa lebih baik dari semula? Aku hanya ingin berkhusnuzan. Bantu aku untuk terus berpikir baik agar hidup dan matiku baik dan karena aku pun ingin menjadi orang baik.

Ya, Tuhan. Maafkan aku yang terlampau egois ini, yang terlampau sering memikirkan diriku sendiri, dan sering lupa dengan keluargaku sendiri. Ampuni aku karena sesungguhnya dari awal bukan ini tujuanku.

Kamis, 03 Desember 2015

Sepersekian Malam untuk Saudaraku

Pada akhirnya, Nadia nulis di sini lagi. Haha :D

Postingan ini khusus buat saudara Nadia, Nabilah Amany.

Nabilski. Terlalu banyak kata terima kasih yang gue simpen bae-bae dalam hati. Terima kasih karena pada akhirnya lo selalu bisa nerima banyak kekurangan di dalam diri gue. Ngeselinnya gue, anehnya gue, nggak jelasnya tulisan gue, dan lain-lain. Pada akhirnya, lo selalu menyemangati. Entah dalam bentuk apa, seringnya dalam bentuk yang tak disangka-sangka.

Nabilski. Random banget, kan, kemaren gue ngechat? Hahaha. Setidaknya gue masih ingat untuk memanggil lo ketika gue lagi ga tau pengen cerita apa dan pengen cerita ke siapa. Karena, toh, ujung-ujungnya, nggak ada cerita yang gue ceritain, ya, cuma panggilan itu aja.

Hmm.
Mau berdoa buat Nabil yang gagah.

Semoga apapun cita-cita Nabil, apapun keinginan Nabil dalam kehidupan Nabil, segalanya bisa berada pada posisi yang sangat bisa bikin Nabil seneng dan senyum bahagia, ya. Amin!

Kalau Nabil pengen ke Jerman buat ngelanjutin kuliah, semoga Allah merengkuh keinginan Nabil, terus ngewujudin keinginan itu pada waktu yang tepat, ya!

Bil. Nadia masih belum bisa dewasa sampe sekarang. Kadang Nadia sangat senang karena jadi bocah abadi, tapi kadang Nadia kesakitan sendiri harus berdiri di antara orang-orang dewasa dengan tatapan mereka yang menyeramkan. Haha.

Nadia masih sering kena salah. Apa-apa Nadia yang salah. Atau mungkin seperti biasa, mungkin itu cuma perasaan Nadia aja :D

Assalamualaikum, Nabil. Sampai kita jumpa lagi :')